Oleh : Mega Simarmata, Chief of Indonesia Military Watch
Jakarta, Selasa 9 Desember 2014 (KATAKAMI.COM) — Tak enak memang rasanya bila di-bully oleh begitu banyak masyarakat di Indonesia.
Dan kini, hal itu dialami oleh Menteri Kelautan Dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, terkait kebijakan kementeriannya yang menenggelamkan perahu-perahu asing yang diduga melakukan pencurian ikan atau illegal fishing di perairan Indonesia.
Susi di kecam karena sungguh tak sebanding perawakan dan persenjataannya, ketika kapal perang Indonesia menghajar perahu-perahu ikan berukuran “mungil” tapi di berondong dengan amunisi kapal Indonesia.
Padahal, maksud dan tujuan Susi adalah mulia.
Ia ingin menjaga dan menyelamatkan laut-laut yang terbentang luas di wilayah Indonesia, dimana didalamnya terdapat begitu banyak ikan-ikan yang tak layak untuk dicaplok oleh pihak asing manapun.
Apalagi secara illegal.
Susi Pudjiastuti, lahir di Pangandaran tanggal 15 Januari 1965.
Ia fasih berbahasa Inggris, walau berpendidikan resmi hanya sampai tingkat Sekolah Menengah Pertama.
Tapi sebenarnya ia masih melanjutkan sekolah sampai ke tingkat Sekolah Menengah Atas atau SMA, sampai kelas 2. Tetapi kandas di tengah di jalan, alias tak diselesaikannya karena ia memilih untuk menjadi aktivis.
Pendidikan formal memang memberikan kebanggaan saat titel demi titel menempel di belakang nama kita.
Tapi ketika seseorang belajar secara otodidak, maka akan ada satu hal yang tak akan mungkin bisa diimbangi oleh siapapun dari jalur pendidikan fornal yaitu jam terbang yang sangat tinggi hingga membuahkan pengalaman demi pengalaman yang membentuk kerpibadian menjadi satu manusia yang “tanggap, tanggon dan trengginas”.
Manusia apakah yang memiliki kepribadian yang tanggap, tanggon dan trengginas?”
Tanggap berarti memiliki intelektualitas yang tinggi, keahlian, kemampuan, pengetahuan, dan profesionalisme.
Tanggon, memiliki mental baja dan tangguh.
Trengginas, memiliki fisik dalam arti luas bisa mengemban tugas-tugas di berbagai medan, situasi, di berbagai keadaan.
Begitulah Susi, yang kini dipercaya Presiden Joko Widodo menjadi Menteri Kelauitan Dan Perikanan.
Tapi perempuan macho ini harus diberi saran tentang bagaimana ia harus menangani masalah illegal fishing untuk skala internasional.
Oleh sebab masalah illegal fishing ini menyangkut keterlibatan nelayan-nelayan asing, mereka bisa menggunakan kapal besar atau cuma perahu berukuran “tak terlalu besar”, Susi harus pro aktif, kuat menjalin koordinasi dan intens berkomunikasi dengan pihak-pihak yang saya beri rumus 7 plus 1.
Siapa sajakah yang masuk dalam rumus 7 plus 1 itu ?
Pertama. Kepala Badan Intelijen Negara Marciano Norman.
Di dalam BIN, terdapat 7 Deputi dan jaringan yang pasti bisa menghubungkan Susi kepada para pakar.
BIN, juga punya jaringan dan lagi-lagi bisa berkomunikasi kapan saja dengan dinas-dinas rahasia asing di berbagai belahan dunia.
Walau user atau pengguna BIN adalah Presiden, level Menteri pasti tidak akan ditolak jika memang membutuhkan saran atau bahkan pertolongan dari BIN.
Kedua. Kapolri Jenderal Polisi Sutarman.
Ketiga. Panglima TNI Jenderal Moeldoko.
Ke-empat. Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Marsetio.
Ke-lima. Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Muda TNI Didit Herdiawan
Ke-enam. Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia
Ke-tujuh. Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Madya TNI Bagus Puruhito
Lalu, satu orang lagi yang akan sangat berguna untuk dilibatkan adalah Menteri Luar Negeri Retno Marsudi
Ada tujuh lelaki dan 1 perempuan, dari jajaran Kabinet Kerja dibawah Pemerintahan Presiden Joko Widodo, yang saat ini harus diajak bicara dan ikut urun rembuk tentang bagaimana mengimplementasikan ide-ide Susi untuk menindak tegas para pencuri ikan.
Tapi rumus ini hanya berlaku sampai akhir bulan Desember nanti.
Mengapa ?
Sebab 2 dari ke 7 pejabat lelaki yang disebutkan tadi akan segera diganti, yaitu KSAL Marsetio, dan KSAU Putu Dunia.
Itulah sebabnya untuk 3 minggu ke depan, ke tujuh pejabat lelaki dan 1 pejabat perempuan inilah, yang harus diajak “berdiskusi”.
Hubungi mereka, tanyakan apakah tepat jika kapal-kapal asing pencuri ikan itu ditenggelamkan dengan cara ditembaki dan diledakkan secara bertubi-tubi.
Percayalah bahwa TNI akan dapat membantu.
Percayalah bahwa memang TNI yang bisa membantu.
Tak cuma TNI, libatkan BIN, dan Mabes Polri, jadi kekuatan yang ada adalah tim dengan kekuatan penuh.
Full team.
Mengapa Menlu dibutuhkan untuk diajak bicara?
Sebab Deplu akan dapat memberi masukan, bagaimana dampak dari kebijakan baru yang tak lazim ini jika akan diberlakukan.
Hubungan Indonesia dengan negara-negara asal dari para kapal pencuri kapal itu, akan bisa berpengaruh baik-buruknya, jika media-media internsional memberitakan bahwa Indonesia menghancurkan kapal-kapal asing yang membawa nama negara asal mereka.
Ada harga diri dan martabat dari masing-masing negara yang bisa terluka dan dipermalukan atas tindakan Indonesia jika kebijakan ini tidak dikemas secara tepat dari sudut pandang hukum internasional.
Disitu Deplu akan memberi kajian dan masukan yang terbaik.
Intinya, libatkan BIN, Mabes Polri, Mabes TNI, khususnya TNI AL dan TNI AU, serta Departemen Luar Negeri.
Siapapun nanti yang akan dipilih menjadi KSAL dan KSAU, tidak ada masalah.
Menteri Susi tetap bisa melanjutkan ide-ide mulianya untuk kebaikan Indonesia.
Yang penting, jangan berjalan sendirian atau berjalan dengan kekuatan yang tidak lengkap.
Bila formasi aparat-aparat keamanan dan intelijen (plus kepolisian) yang dikerahkan memang sangat lengkap,negara manapun akan sangat segan dan tak akan berani merecoki laut-laut Indonesia, beserta ikan-ikannya.
Jalesveva Jayamahe, Ibu Menteri Susi !
Di laut kita jaya ….
MS